Selamat datang di Sanggar Parikesit. Dengan banyak silaturahmi akan memperpanjang umur, memperbanyak rejeki, menambah teman, membuka peluang & kesempatan, memperluas ladang amalan.

Sabtu, 06 Februari 2010

Sejak awal dikenalnya pasar bebas, yang digambarkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang masyhur “The Wealth of Nation”, ia menggambarkan ‘pasar’ sebagai model terbaik sistem ekonomi. Namun sudah berkali-kali sistem pasar ini sering bermasalah dalam fungsinya dan mempermalukan para pendukung ideologi pasar bebas. Itulah sebabnya, mereka berusaha keras untuk mencari alasan yang tepat untuk mempertahankan konsep ini sebagai metoda yang tepat dalam menciptakan dan menyebarkan kekayaan sebuah sistem ekonomi.
Beberapa peristiwa ekonomi seperti depresi di akhir abad ke 19, gelembung Laut Selatan, Depresi Besar di tahun 1930, resesi di tahun 1970an, 1990an, gelembung dot.com dan kini krisis finansial bagi mereka adalah sekedar ‘pengecualian’ dari perjalanan sejarah pasar bebas yang semestinya bebas dari cela. Faktanya, banyak sekali kejadian seperti keambrukan, keterpurukan, kelesuan, depresi dan sebagainya sejak diterbitkannya ‘The Wealth of Nation’s’ pada tahun 1776 dimana setiap kejadian tersebut selalu dianggap kejadian yang semestinya terjadi sekali dalam seumur hidup, sehingga tidak memberi celaan yang berarti pada suatu sistem yang konon memiliki sejarah keberhasilan yang tidak ada duanya di dunia.
Menurut para pendukung pasar bebas, semua kejadian tersebut sebenarnya lumrah karena disebabkan oleh perputaran bisnis yang berulang (cyclical  business cycle). Di tahun 1860, ekonom Perancis Clement Juglar menemukan bahwa terjadinya perputaran bisnis memerlukan waktu antara 8-11 tahun. Lalu, ekonom Austria Joseph Schumpeter menerangkan bahwa perputaran bisnis Juglar memerlukan 4 tahapan: 1) ekspansi (peningkatan produksi dan harga, rendahnya suku bunga), 2) krisis (ambruknya pasar saham dan kebangkruatan perusahaan dimana-mana), 3) resesi (jatuhnya harga dan produksi barang, tingginya suku bunga), 4). kebangkitan (saham kembali bangkit karena harga yang murah dan turunnya pendapatan).
Di tahun 1946, ekonom Arthur F. Burns dan Wesley C. Mitchell menjelaskan apa yang sekarang disebut sebagai standard definisi perputaran bisnis dalam bukunya ‘Measuring Business Cycle’ (Mengukur Perputaran Bisnis): “ Perputaran bisnis adalah tipe fluktuasi yang ditemukan pada sekumpulan aktifitas ekonomi negara-negara yang mengorganisir sistem kerjanya pada usaha bisnis: perputaran bisnis memiliki tahap ekspansi yang terjadi secara bersamaan pada setiap aktifitas ekonomi, yang diikuti dengan kondisi resesi secara umum, selanjutnya ke situasi kontraksi, lalu kondisi pemulihan, yang kesemuanya berpadu ke fase ekspansi dalam perputaran berikutnya; dari segi durasi perputaran bisnis berkisar dari satu tahun hingga sepuluh atau dua belas tahun; ini semua tidak bisa dibagi menjadi perputaran bisnis yang lebih singkat dengan sifat yang sama.”
Maka, para pendukung pasar bebas menyatakan bahwa terjadinya perubahan waktu dan sifat alami dari semua aktifitas ekonomi yang harus melalui berbagai fase naik atau turun justru akan menciptakan kekayaan, yang selanjutnya akan diikuti oleh fase kejayaan ekonomi yang semakin banyak menciptakan kekayaan lagi. Para pendukung pasar bebas juga mengakui bahwa tidak semua orang akan menikmati keberuntungan ekonomi dari kejayaan yang terjadi. Di saat keuntungan ekonomi mulai mencapai titik tertentu maka di saat itu juga sangat diperlukan terjadinya perlambatan ekonomi karena ia menyebabkan terjadinya redistribusi kekayaan. Maka dari perspektif ekonomi seperti ini, terjadinya keambrukan ekonomi justru menjadi keniscayaan, karena dalam fase memuncaknya keuntungan kekayaan justru tidak bisa didistribusikan secara adil.
Maka setiap terjadi keambrukan, kelesuan, dan resesi para pendukung pasar bebas menyalahkan alam yang telah menciptakan kondisi terjadinya perputaran bisnis (business cycle). Dalam hal ini, krisis finansial saat ini terpisah dari ‘pasar’ dan perlu untuk diselamatkan karena tidak ada alternatif yang lebih baik.
Dengan melihat sekilas pada mekanisme bekerjanya ekonomi Kapitalisme menunjukkan bahwa krisis saat ini merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pasar bebas dan ini merupakan proses alami dari Kapitalisme, yakni terjadinya krisis finansial merupakan bentuk dari bekerjanya pasar itu sendiri.
Sebab terjadinya krisis adalah tujuan yang hendak dicapai oleh Kapitalisme. Tujuan dari ekonomi pasar adalah untuk memastikan bertumbuhnya ekonomi dari tahun ke tahun, dimana ekonomi  tumbuh secara terus menerus, sebagaimana rutinnya sholat lima waktu dalam Islam. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan GDP (Gross Domestic Product), yaitu nilai uang dari semua bentuk barang dan jasa dalam satu ekonomi negara tertentu.
Agar ekonomi bisa mencapai tujuan yang diimpikan oleh Kapitalisme, maka ekonomi harus dipaksa untuk terus tumbuh. Kalau tidak, jatuhnya produksi dalam sektor yang berkontribusi besar dalam ekonomi akan memiliki efek yang membuat ekonomi menjadi lesu dan mengecil.
Dalam krisis saat ini, ekonomi Inggris memiliki sektor jasa yang mewakili 80% dari ekonomi, dimana sektor jasa didominasi oleh industri keuangan, yang telah berkontribusi 350 bilyun poundsterling dari total ekonomi Inggris yang berkisar sekitar 1,3 trilyun poundsterling.
Maka Inggris selayaknya negara-negara Barat lainnya, memiliki satu atau segelintir sektor ekonomi  saja yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Secara praktis, ini menyebabkan ekonomi Inggris menjadi sangat rawan untuk ambruk. Ini bisa dijelaskan karena ketika ekonomi berada dalam fase pertumbuhan yang tinggi, ia sebenarnya didorong oleh satu sektor saja yang secara tidak langsung menstimulasi pertumbuhan sektor lain. Ketika fase pertumbuhan gelembung ini mulai kehilangan tenaga, maka gelembung ekonomi ini pun bisa meletus sewaktu-waktu. Pertumbuhan gelembung semacam ini pun diperparah dengan kemampuan untuk mencetak uang kertas kapan saja ketika diinginkan, nafsu konsumen yang membelanjakan uangnya lebih besar daripada pendapatannya, dan ketersediaan hutang yang semuanya berkontribusi terhadap pertumbuhan gelembung ekonomi tersebut.
Pertumbuhan ekonomi memerlukan ekonomi untuk terus tumbuh, yang berarti memerlukan konsumen yang akan terus membelanjakan uangnya, Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi juga didukung dengan keberadaan akan adanya fasilitas hutang. Ketika konsumen mulai sadar bahwa ia telah membelanjakan lebih dari pendapatannya maka menghentikan pembelanjaan begitu saja akan memberikan efek sebagaimana memotong aliran suplai bahan bakar selama perjalanan sedang berlangsung.
Pertumbuhan ekonomi secara terus menerus tidak akan bisa terjadi dan inilah yang menjadi sebab terjadinya keambrukan yang terjadi berkali-kali. Kenyataan seperti ini juga tidak terjadi secara alamiah dan fakta ini sering dihindari oleh para pendukung pasar bebas, terutama ketika pasar itu sendiri ambruk. Apa yang dibutuhkan manusia sekarang bukanlah sistem yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama yang menghalalkan segala cara dan mengorbankan siapapun. Yang dibutuhkan sekarang adalah sistem yang bertujuan untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat.(Sumber :rusydan/ www.khilafah.com)